KRITIK ARSITEKTUR
Kritik
Arsitektur terhadap kantor l'oreal dan kantor kementrian pekerjaan umum ini menggunakan metode Kritik
Normatif dengan Metode Typical. Kritik Typical / Typical Criticism merupakan
sebuah metode kritik yang termasuk dalam Kritik Normatif. Metode ini
menggunakan perbandingan. Maksudnya adalah membandingkan obyek yang dianalisis
dengan bangunan sejenis lainnya.
Pemanasan global yang disertai dengan
perubahan iklim membawa urgensi tersendiri untuk mengubah pola gaya hidup ramah
lingkungan. Tak cukup dengan mendaur ulang sampah atau penghematan
energi rumah tangga, landasan eco green pun mulai merambah ke sektor
pembangunan.
Green Building Council Indonesia (GBCI)
atau Konsil Bangunan Hijau Indonesia menjadi lembaga sertifikasi bangunan hijau
pertama di Indoneisa. Ada enam kriteria yang dinilai, untuk mendapat
sertifikasi dari GBCI. Beberapa syarat utama antara lain
hemat lahan, air, energi, kualitas udara dalam ruangan, material bangunan yang
dapat didaur hidup, dan manajemen lingkungan. Menurut
Chair Person Green Building Council Indonesia (GBCI) Naning Adiwoso, di Jakarta
sendiri setidaknya ada 14 gedung yang sudah menerapkan konsep hijau. Ada
gedung-gedung lama, ada juga gedung baru.
Sistim Rating
GREENSHIP dipersiapkan dan disusun oleh Green Building Council yang ada di
negara-negara tertentu yang sudah mengikuti gerakan bangunan hijau. Setiap
negara tersebut mempunyai Sistem rating masing-masing, sebagai contoh Amerika
Serikat - LEED, Singapura - Green Mark, Australia - Green Star dsb.
Konsil Bangunan
Hijau Indonesia saat ini dalam tahap penyusunan draft Sistem rating. Untuk itu
telah dipilih nama yang akan digunakan bagi Sistem Rating Indonesia yaitu
GREENSHIP, sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council
Indonesia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak
bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. GREENSHIP bersifat khas
Indonesia seperti halnya perangkat penilaian di setiap negara yang selalu
mengakomodasi kepentingan lokal setempat. Program sertifikasi GREENSHIP
diselenggarakan oleh Komisi Rating GBCI secara kredibel, akuntabel dan penuh
integritas.
Penyusunan
GREENSHIP ini didukung oleh World Green Building Council, dan dilaksanakan oleh
Komisi Rating dari GBCI. Saat ini GREENSHIP berada dalam tahap penyusunan
GREENSHIP untuk Bangunan Baru (New Building) yang kemudiannya akan disusun lagi
GREENSHIP untuk kategori-kategori bangunan lainnya.
Greenship
sebagai sebuah sistem rating terbagi atas enam aspek yang terdiri dari :
1.
Tepat Guna Lahan (Appropriate Site Development/ASD)
2.
Efisiensi Energi & Refrigeran (Energy Efficiency & Refrigerant/EER)
3.
Konservasi Air (Water Conservation/WAC)
4.
Sumber & Siklus Material (Material Resources & Cycle/MRC)
5.
Kualitas Udara & Kenyamanan Udara (Indoor Air Health & Comfort/IHC)
6. Manajemen
Lingkungan Bangunan (Building & Enviroment Management)
Masing-masing aspek terdiri atas beberapa Rating yang mengandung kredit
yang masing-masing memiliki muatan nilai tertentu dan akan diolah untuk
menentukan penilaian. Poin Nilai memuat standar-standar baku dan rekomendasi
untuk pencapaian standar tersebut.
- Kantor L'oreal Yang
Meraih Greenship "Interior Space"
Kantor L'Oreal
Indonesia menyabet sertifikasi Greenship Interior Space dari Green Building
Council (GBC) Indonesia setelah berhasil memenuhi persyaratan ramah lingkungan
yang membuktikan komitmen perusahaan dalam penerapan konsep penghijauan.
Naning Adiwoso,
Ketua GBC Indonesia mengatakan dengan kantor yang ramah lingkungan, L'Oreal
Indonesia diharapkan mampu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman, biaya
operasional yang lebih terkendali serta peningkatan produktivitas kerja
karyawan. Menurutnya, ada beberapa kriteria penilaian utama yang diperiksa
secara saksama sebelum menerbitkan sertifikasi Greenship Interior Space ini,
yaitu:
- kesesuaian
pengembangan area
- efisiensi
dan konservasi penggunaan energi dan air
- penggunaan
bahan dan pengelolaan ramah lingkungan
- manajemen
prinsip ramah lingkungan, serta
- kesehatan
dan kenyamanan dalam ruang sehingga pemilik kantor dapat mengetahui
tingkat kesehatan kantor mereka
Berdasarkan
kriteria penilaian tersebut, dengan gembira kami umumkan L'Oreal telah berhasil
mencapai skor 77% dari minimum 73% poin untuk kategori Platinum sertifikasi
Greenship Interior Space, ujarnya dalam rilis yang diterima Bisnis, Rabu
(16/7/2014).
Vismay Sharma,
President Director, PT L'Oreal Indonesia mengatakan setelah pabrik baru di
Cikarang menjadi pabrik pertama di Indonesia yang mencapai sertifikasi
Leadership in Energy & Environmental Design (LEED) di tahun 2012, pihaknya mengaku
bangga dapat melengkapi pencapaian ini melalui perolehan sertifikasi Greenship
Interior Space dari GBC Indonesia.
Keduanya adalah
bukti komitmen L'Oreal Indonesia untuk menerapkan gaya hidup berkelanjutan
melalui prinsip green workplace dan green behavior di perusahaan kami,
sekaligus memastikan L'Oreal sebagai tempat bekerja yang menyenangkan bagi para
karyawan, paparnya.
Dia menambahkan,
sebagai perusahaan kecantikan dengan komitmen berkelanjutan, L'Oreal percaya
bahwa sangatlah penting untuk menyelaraskan tujuan perusahaan dengan kebutuhan
masyarakat dan lingkungan secara keseluruhan.
Hal tersebut,
katanya, tercermin dalam komitmen L'Oreal Group Berbagi Keindahan dengan Sesama
(Sharing Beauty with All) yang memberikan visi yang jelas tentang bagaimana
pihaknya berupaya meraih target ambisius satu miliar konsumen baru di tahun
2020. "Yaitu dengan memastikan implementasi program berkelanjutan di
seluruh penjuru rantai perusahaan kami," tambah Vismay.
- Kantor Kementrian Pekerjaan Umum Yang Meraih
Greenship
Gedung baru Kementerian Pekerjaan
Umum (KemenPU) berkonsep green building atau gedung hijau ramah lingkungan.
Dengan konsep ini, gedung yang baru rampung tahun lalu ini bisa menghemat
listrik dan air secara signifikan.
Kepala Pusat Komunikasi Publik
Kementerian Pekerjaan Umum, Danis Sumadilaga mengatakan secara konstruksi,
konsep green building tak jauh berbeda dari konstruksi gedung pada umumnya.
Yang berbeda hanya dari konsep efisiensi operasional gedung.
Prinsipnya gedung hijau itu gedung yang
ramah terhadap lingkungan terutama berkaitan dengan efisiensi dari operasional
keseluruhan," kata Danis saat ditemui detikFinance di kantor Kementerian
Pekerjaan Umum, Jalan Pattimura, Jaksel, Selasa (20/8/2013).
Dani menyebutkan, efisiensi
operasional gedung maksudnya mencakup penghematan dari berbagai sisi. Pemakaian
listrik, air, dan sisi lainnya yang mana jauh lebih hemat dibanding gedung
biasa. Gedung baru di Kementerian PU sendiri bisa menghemat listrik hingga 44%,
juga menghemat air hingga 81%.
Kemudian misalnya pencahayaan sudah
diatur sedmikian rupa, kalau tidak ada gerakan itu otomatis mati. Pengelolaan
airnya, itu dimanfaatkan kalau nggak salah ditampung untuk siraman pohon. Air
dari kamar madi ada water treatment ada proses recycle-nya," katanya.
Jadi menurut Danis, konsep green building tidak semata-mata berhubungan dengan tanam-tanaman hijau, meski hal tersebut merupakan salah satu hal penting yang ada di dalam konsep gedung ramah lingkungan itu. Intinya adalah dalam konteks gedung yang ramah terhadap lingkungan. Bukan hanya pohon saja, tapi bagaimana efisiensinya operasionalisasinya lebih murah. Walaupun awalnya lebih mahal investasi," katanya.
KESIMPULAN
Dari
2 bangunan diatas, dapat disimpulkan bahwa Penerapan green building di Indonesia
masih sedikit. Masih banyak bangunan diluar sana yang tidak memperhatikan
konsep Greenship. Perlu bagi pihak Green Building Council Indonesia, untuk
lebih meninjau mengenai Bangunan hijau di Indonesia. Selain itu, perlu juga
bagi masyarakat untuk menerapkan bangunan hijau, karena dengan adanya penerapan
ini, banyak manfaat yang dapat diperoleh salah satunya adalah untuk mengurangi
efek gas rumah kaca yang sedang marak terjadi, selain itu masyarakat juga dapat
membantu menghijaukan bumi, dan mengurangi global warming yang sedang marak
terjadi. Penerapan ini tentunya dapat dilakukan dalam berbagai macam usaha,
seperti yang dapat kita lihat pada kantor L’oreal dan Gedung Kementrian PU.
Dengan mengurangi penggunaan air, listrik, dan energy, kita juga sudah ikut
membantu melestarikan lingkungan, walaupun pencapaian standart / kriteria
Greenship tidaklah mudah untuk dilakukan.
Seperti
Kantor Kementrian PU, Mereka menggunakan sistem lampu otomatis, yang menyala
ketika ada orang yang ada di sana dan secara otomatis akan mati apabila tidak
ada orang yang ada disana. Hal ini dapat menjadi salah satu contoh yang menarik
dan pastinya mudah untuk diterapkan oleh masyarakat umum, walaupun biaya dan
efisiensi harus diperhitungkan, namun dengan mengaplikasikan hal ini, dapat
mengurangi penggunaan energy konsumtif yang digunakan sehari- hari.
Contoh
lainnya adalah dengan menggunakan bahan material daur ulang, seperti yang telah
di bahas pada artikel “Penerapan Green Architecture di Indonesia”. Pada artikel
tersebut dapat kita lihat penerapan green building pada pencahayaan, penghawaan
dan menggunakan material daur ulang sebagai bagian bangunan, seperti penggunaan
Skavolding sebagai Struktur rumah, penggunaan Kayu ulin sebagai penutup fasade,
penggunaan kaca bekas mobil sebagai kaca rumah, dan masih banyak lagi. Banyak
material di sekitar kita yang tanpa kita sadari sebenarnya dapat di daur ulang
dan di jadikan sebagai bagian ruangan kita. Seperti misalnya seperti yang perna
say abaca penggunaan bata Styrofoam sebagai dinding rumah, Penggunaan kayu
dolken sebagai kisi- kisi atau mempercantik interior bangunan, penggunaan keramik pecah belah yang di daur ulang, dan masih banyak lagi.
Indonesia
merupakan salah satu negara yang telah menerapkan konsep green building yang
ditandai dengan diterbitkannya Greenship rating tools oleh Green Building
Council Indonesia. Greenship rating tools menilai suatu bangunan berdasarkan 6
aspek, yang salah satunya adalah sumber dan siklus material yang berkaitan erat
dengan proyek konstruksi. Hasil penelitian menunjukan responden beranggapan
bahwa poin sumber dan siklus material adalah penting, namun masih jarang
penerapannya. Beberapa variabel yang menunjukkan hasil di bawah 2,50 ialah
“Material Hasil Daur Ulang”, “Material Sumber Daya Terbarukan”, dan “Material
Prafabrikasi”. Selain itu, ditemukan juga adanya perbedaan tingkat kepentingan
dan penerapan antara beberapa variabel sumber dan siklus material. (Mastan
Austin Vincencius.2014).