Pendidikan Kewarganegaraan (Part 2)

v Konsep Demokrasi, Bentuk Demokrasi Dalam Sistem Pemerintahan Negara
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Istilah ini berasal dari bahasa Yunani δημοκρατία – (dēmokratía) "kekuasaan rakyat", yang dibentuk dari kata δῆμος (dêmos) "rakyat" dan κράτος (Kratos) "kekuasaan", merujuk pada sistem politik yang muncul pada pertengahan abad ke-5 dan ke-4 SM di negara kota Yunani Kuno, khususnya Athena, menyusul revolusi rakyat pada tahun 508 SM.
Istilah demokrasi diperkenalkan pertama kali oleh Aristoteles sebagai suatu bentuk pemerintahan, yaitu pemerintahan yang menggariskan bahwa kekuasaan berada di tangan orang banyak (rakyat). Abraham Lincoln dalam pidato Gettysburgnya mendefinisikan demokrasi sebagai "pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat". Hal ini berarti kekuasaan tertinggi dalam sistem demokrasi ada di tangan rakyat dan rakyat mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama di dalam mengatur kebijakan pemerintahan. Melalui demokrasi, keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak.
Setiap negara pasti memiliki konsep demokrasi dan bentuk demokrasi,berikut ini adalah contoh konsep dan bentuk demokrasi.

      A.      Demokrasi Liberal
Demokrasi Liberal adalah suatu demokrasi yang menempatkan kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen.
Ciri-ciri demokrasi liberal :
1.      Kontrol terhadap negara, alokasi sumber daya alam dan manusiadapat terkontrol
2.      Kekuasaan eksekutif dibatasi secara konstitusional,
3.      Kekuasaan eksekutif dibatasi oleh peraturan perundangan,
4.      Kelompok minoritas (agama, etnis) boleh berjuang, untuk memperjuangkan dirinya.

     B.      Demokrasi Komunis
Demokrasi Komunis adalah demokrasi yang sangat membatasi agama pada rakyatnya, dengan prinsip agama dianggap candu yang membuat orang berangan-angan yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata.
Demokrasi komunis melarang :
1.      Adanya kepercayaan kepada Tuhan YME,
2.      Membenci kelompok intelektual dan cendekiawan,
3.      Mengagung-agungkan kelompok pekerja, buruh dan petani.

C.      Demokrasi Pancasila
Demokrasi Pancasila adalah paham demokrasi yang bersumber kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia yang perwujudannya seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.
Dasar demokrasi pancasila yaitu kedaulatan Rakyat (Pembukaan UUD ‘45) Negara yang berkedaulatan - Pasal 1 ayat (2) UUD 1945. Makna demokrasi pancasila merupakan meikutsertaan rakyat kehidupan bermasyarakat dan kehidupan bernegara ditentukan peraturan perundang-undangan.
Demokrasi pancasila harus mempunya landasan yang kuat, berikut landasan yang menjadi tumpuan :
1.      Demokrasi yang berdasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.      Menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia,
3.      Berkedaulatan rakyat,
4.      Didukung oleh kecerdasan warga negara,
5.      Sistem pemisahan kekuasaan negara,
6.      Menjamin otonomi daerah,
7.      Demokrasi yang menerapkan prinsip rule of law,
8.      Sistem peradilan yang merdeka, bebas dan tidak memihak,
9.      Mengusahakan kesejahteraan rakyat,
10.  Berkeadilan sosial.

Ada dua bentuk demokrasi dalam pemerintahan negara, antara lain :
A.      Pemerintahan Monarki
Kata Monarki berasal dari bahasa yunani. Monos yang artinya Satu dan Archein yang artinya Pemerintah,jadi dapat diartikan Pemerintahan Monarki merupakan sejenis pemerintahan dalam suatu negara yang dipimpin oleh raja.
Pemerintahan monarki terbagi dalam tiga bentuk,yaitu :
§  Monarki Mutlak :  Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja dan bentuk kekuasaanya tidak terbatas.
§  Monarki Konstitusional : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja namun kekuasaan raja dibatasi oleh konstitusi.
§  Monarki Parlementer : Monarki yang bentuk pemerintahan suatu negaranya dipimpin oleh raja namun kekuasaannya yang tertinggi berada ditangan parlemen.

B.      Pemerintahan Republik
Pemerintahan Republik berasal dari bahasa latin, RES yang artinya Pemerintahan dan PUBLICA yang berarti Rakyat. Dengan demikian dapat diartikan sebagai pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan orang banyak.



v  Perkembangan Pendidikan Bela Negara
A.      Situasi NKRI terbagi dalam periode–periode:
Tahun 1945 sejak NKRI diproklamasikan sampai 1965 disebut periode lama atau Orde Lama. Ancaman yang dihadapi datangnya dari dalam maupun dari luar, langsung maupun tidak langsung, menumbuhkan pemikiran mengenai cara menghadapinya. Pada tahun 1954, terbitlah produk Undang–Undang tentang Pokok–Pokok Perlawanan Rakyat (PPPR) dengan Nomor 29 Tahun 1954. Sehingga terbentuklah organisasi–organisasi perlawanan rakyat pada tingkat desa (OKD) dan sekolah-sekolah  (OKS).
Tahun 1965 sampai 1998 disebut periode baru atau Orde Baru. Ancaman yang dihadapi dalam periode ini adalah tantangan non fisik. Pada tahun 1973 keluarlah Ketetapan MPR dengan Nomor IV/MPR/1973 tentang GBHN, dimana terdapat penjelasan tentang Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional. Lalu pada tahun 1982 keluarlah UU No. 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia, dengan adanya penyelenggaraan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara dari Taman Kanak–Kanak hingga Perguruan Tinggi.
Tahun 1998 sampai sekarang disebut periode Reformasi, untuk menghadapi perkembangan jaman globalisasi maka diperlukan undang–undang yang sesuai maka keluarlah Undang–Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengatur kurikulum Pendidikan kewarganegaraan, yang kemudian pasal ini menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan Kewarganegaraan adalah hubungan negara dengan warga negara, antara warga negara serta Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. Pendidikan Kewarganegaraan di Perguruan Tinggi harus terus ditingkatkan guna menjawab tantangan masa depan, sehingga keluaran peserta didik memiliki semangat juang yang tinggi dan kesadaran bela negara sesuai bidang profesi masing-masing demi tetap tegak dan utuhnya NKRI.
B.      Bela Negara Sebagai Hak dan Kewajiban Warga Negara
Ø  Konsep Bela Negara
Pasal 30 UUD 1945 menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara”. Konsep Bela Negara dapat diuraikan yaitu secara fisik maupun non-fisik. Secara fisik yaitu dengan cara “memanggul bedil” menghadapi serangan atau agresi musuh. Bela Negara secara fisik dilakukan untuk menghadapi ancaman dari luar. Sedangkan Bela Negara secara non-fisik dapat didefinisikan sebagai “segala upaya untuk mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia dengan cara meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, menanamkan kecintaan terhadap tanah air serta berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara”.
Ø  Bela Negara Secara Fisik
Keterlibatan warga negara sipil dalam upaya pertahanan negara merupakan hak dan kewajiban konstitusional setiap warga negara Republik Indonesia. Tapi, seperti diatur dalam UU no 3 tahun 2002 dan sesuai dengan doktrin Sistem Pertahanan Semesta, maka pelaksanaannya dilakukan oleh Rakyat Terlatih (Ratih) yang terdiri dari berbagai unsur misalnya Resimen Mahasiswa, Perlawanan Rakyat, Pertahanan Sipil, Mitra Babinsa, OKP yang telah mengikuti Pendidikan Dasar Militer dan lainnya. Rakyat Terlatih mempunyai empat fungsi yaitu Ketertiban Umum, Perlindungan Masyarakat, Keamanan Rakyat dan Perlawanan Rakyat.
Tiga fungsi yang disebut pertama umumnya dilakukan pada masa damai atau pada saat terjadinya bencana alam atau darurat sipil, di mana unsur-unsur Rakyat Terlatih membantu pemerintah daerah dalam menangani Keamanan dan Ketertiban Masyarakat, sementara fungsi Perlawanan Rakyat dilakukan dalam keadaan darurat perang di mana Rakyat Terlatih merupakan unsur bantuan tempur bagi pasukan reguler TNI dan terlibat langsung di medan perang.
Apabila keadaan ekonomi nasional telah pulih dan keuangan negara memungkinkan, maka dapat pula dipertimbangkan kemungkinan untuk mengadakan Wajib Militer bagi warga negara yang memenuhi syarat seperti yang dilakukan di banyak negara maju di Barat. Mereka yang telah mengikuti pendidikan dasar militer akan dijadikan Cadangan Tentara Nasional Indonesia selama waktu tertentu, dengan masa dinas misalnya sebulan dalam setahun untuk mengikuti latihan atau kursus-kursus penyegaran. Dalam keadaan darurat perang, mereka dapat dimobilisasi dalam waktu singkat untuk tugas-tugas tempur maupun tugas-tugas teritorial. Rekrutmen dilakukan secara selektif, teratur dan berkesinambungan. Penempatan tugas dapat disesuaikan dengan latar belakang pendidikan atau profesi mereka dalam kehidupan sipil misalnya dokter ditempatkan di Rumah Sakit Tentara, pengacara di Dinas Hukum, akuntan di Bagian Keuangan, penerbang di Skwadron Angkutan, dan sebagainya. Gagasan ini bukanlah dimaksudkan sebagai upaya militerisasi masyarakat sipil, tapi memperkenalkan “dwi-fungsi sipil”. Maksudnya sebagai upaya sosialisasi “konsep bela negara” di mana tugas pertahanan keamanan negara bukanlah semata-mata tanggung jawab TNI, tapi adalah hak dan kewajiban seluruh warga negara Republik Indonesia.
Ø  Bela Negara Secara Non-Fisik
Di masa transisi menuju masyarakat madani sesuai tuntutan reformasi saat ini, justru kesadaran bela negara ini perlu ditanamkan guna menangkal berbagai potensi ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan baik dari luar maupun dari dalam seperti yang telah diuraikan di atas. Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya, bela negara tidak selalu harus berarti “memanggul bedil menghadapi musuh”.
Keterlibatan warga negara sipil dalam bela negara secara non-fisik dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, sepanjang masa dan dalam segala situasi, misalnya dengan cara:
1.      Meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara, termasuk menghayati arti demokrasi dengan menghargai perbedaan pendapat dan tidak memaksakan kehendak.
2.      Menanamkan kecintaan terhadap tanah air, melalui pengabdian yang tulus kepada masyarakat.
3.      Berperan aktif dalam memajukan bangsa dan negara dengan berkarya nyata (bukan retorika).
4.      Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum/undang-undang dan menjunjung tinggi Hak Azasi Manusia.
5.      Pembekalan mental spiritual di kalangan masyarakat agar dapat menangkal pengaruh- pengaruh budaya asing yang tidak sesuai dengan norma-norma kehidupan bangsa Indonesia dengan lebih bertaqwa kepada Allah swt melalui ibadah sesuai agama/kepercayaan masing- masing.
Apabila seluruh komponen bangsa berpartisipasi aktif dalam melakukan bela negara secara non-fisik ini, maka berbagai potensi konflik yang pada gilirannya merupakan ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan bagi keamanan negara dan bangsa kiranya akan dapat dikurangi atau bahkan dihilangkan sama sekali. Kegiatan bela negara secara non-fisik sebagai upaya peningkatan Ketahanan Nasional juga sangat penting untuk menangkal pengaruh budaya asing di era globalisasi abad ke 21 di mana arus informasi (atau disinformasi) dan propaganda dari luar akan sulit dibendung akibat semakin canggihnya teknologi komunikasi.

Daftar Pustaka :
Drs. Hasim, M.M. Civic Education 2. 2010. Jakarta : Yudhistira

Muchji, Achmad dkk, 2007, PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN, Universitas Gunadarma, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar